AmbaLat dan maLing.....???

Merinding sekujur tubuhku membaca sebuah pengakuan seorang nelayan di salah satu website Koran. ‘ih, nyebelin banget sih nih Malaysia. Seenaknya ngusir nelayan Indonesia di perairan milik INDONESIA. Apa sih maunya ? ngajak berantem kayaknya ?’.
Di situ ditulis, selain mengusir para nelayan yang sedang mencari ikan, pihak Malaysia juga sempat menonjok salah satu nelayan dan menyita hasil tangkapan ikan beserta 1 slop rokok. ‘Dasar gak tau diri ! udah ngusir seenaknya, pake acara sita-sita-an lagi. Ini namanya udah menginjak-nginjak harkat dan martabat bangsa Indonesia sebagai bangsa yang memiliki kedaulatan. Gak sopan !’. (huft… sabar… sabar….)!
Kasus ini memang udah sangat berlumut (saking lamanya). Dengan adanya berita ini, menurtku Malaysia seperti meremehkan derajat Indonesia. Malaysia seolah lupa akan dirinya berasal. Jika kita cek dan ricek kembali, dulunya guru-guru Indonesia di ekspor ke negri jiran itu untuk mendidik rakyat Malaysia. Bukan hanya mencerdaskan, tapi juga mencerdaskan yang memiliki akhlak yang mulia. Harapan untuk dapat hidup bertetangga dengan damai pun sirna. Bukan hanya karena kasus ambalat ini saja yang menimbulkan perdebatan. Tapi juga warisan-warisan leluhur juga ikut di ambil dan diakui sebagai milik bangsa yang memiliki menara petronas ini. Seperti ; Lagu daerah, corak batik, masakan, dan masih banyak lagi.
Sekali lagi, untuk masalah ini, kita harus bertanya kepada pemerintah. Kenapa bangsa Indonesia seperti mudah untuk di olok-olok. Di ombang- ambing kan eksistensinya di mata dunia. Berkali-kali dan bukan hanya sekali, tetangga kita yang satu itu merebut sesuatu yang menjadi milik Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Untuk masalah blok Ambalat yang alot dan berlarut-larut ini, pemerintah harus bersikap tegas. Banyak dari rakyat Indonesia yang sudah siap untuk berkorban jiwa dan raga membela Negara jika jalur diplomasi tidak ditemukan kesepakatan. Pemerintah harus melihat situasi ini. Jangan mau bangsa yang kaya ini lama-kelamaan akan miskin karena sedikit demi sedikit digerus harkat dan martabatnya oleh bangsa lain. Hidup NKRI !!!
sadarlah kau wahai Malingsi_A_pa...???!!!)
(ungkapan kekesalan, keprihatinan dan semangat hati)
Peace… salam damai !!!!
cHayyo….!!!! n_n

Persahabatan....

Persahabatan bagai kepompong, mengubah ulat menjadi kupu2…..
Hhhhh… lagu yg penuh makna. Yah,,,, kita bisa melakukan sesuatu yang kita anggap sulit dengan bantuan sahabat. Sahabatlah yang mendorong kita untuk terus maju dan berusah. Tentunya itu adalah teman yang baik. Teman yang mengkritik kita disaat kita melakukan kesalahan dan memebrikan jalan keluar yang terbaik untuk itu. Bukan sahabat yang meng-iya-kan segala perkataan kita, walaupun itu tidak baik. Sahabat yang baik tentunya juga mampu dan bersedia hadir disamping kita saat disemua keadaan. Bahagia bersama, menangis juga bersama. Bukan hanya ingin seneng2 bareng ja. Sahabat apakah itu ? (hehehe) saat sedih kita siap menjadi sapu tangan. Disaat sahabat kelelahan kita siap menjadi bantal yang menggoda. Istilahnya… n_n
Disetiap persahabat pasti sedikit banyak ada pertengkaran. Apalagi diawal-awal memulai tali persahabatan. Dimana masing2 personil belum terlalu mengenal sifat dan watak sahabatnya. Tapi, itulah ‘bumbu’-nya. Disitulah kita tahu sifat, watak dan cirri satu sama lain. Apa yang tidak disuka, apa yang disuka, seleranya gimana, dan hal2 lain.
Menurutku sahabat itu adalah salah satu hal terpenting yang aku miliki. Karena selain orang tua, kita bisa mencurahkan isi hati kepada sahabat kita. Apalagi masalah hati. Terkadang jikalau kita malu untuk menceritakan mengenai ‘hati’ ke orang tua, orang pertama yang kita kasih tahu adalah sahabat. Oleh karena itu, sayangilah sahabat kalian. Jangan buat hatinya kecewa. Okeh2…. Peace… Salam damai…. n_n
kayaknya tulisan ku kali ini sampai disini dulu yah…….
ChayyOoOoOo……

Anak iTu…..

Sekali lagi hatiku terenyuh melihat pemandangan itu. Anak berumur sekitar 8 tahun yang berpakaian lusuh itu perlahan mendekati sebuah mobil sedan. Mobil itu berwarna merah yang dikemudikan oleh seorang pria setengah baya yang terus menerus melihat kearah lampu merah dan sesekali melihat kearah jam tangannya. “Korannya om, seribu saja.” kata anak tadi. Pria berkulit putih itu hanya menggelengkan kepalanya. Lalu sesaat kemudian lampu warna merah digantikan dengan warna hijau. Mobil itupun melesat meninggalkan anak penjaja Koran tersebut.
Kejadian tersebut aku alami sekitar pertengahan bulan Mei yang lalu. Saat melihat kejadian itu aku sedang di dalam angkot. Huhhf… Q hanya bisa menghela nafas, mau Bantu tuh anak juga mikir2. uang yang tersisa hanya cukup buat bayar angkot. Sebenarnya sih Q gak tega. Apalagi Koran yang dipegang anak itu masih banyak. Aku kembali teringat pada pria yang didalam mobil. koQ ngeliat “yang begituan” (anak kecil yang jualin Koran-red) gak kesian. Padahal apalah artinya duit seribu perak bagi pria yang kelihatan punya duit jutaan ribu. Mungkin udah beli Koran tadi. (khusnuzan thingking ja deh. Daripada dosa. Hehehe…).
Kejadian tadi udah sering banget terjadi dan mungkin gak hanya di kota Q saja. Di Indonesia emang banyak orang-orang yang hidup dibawah garis kemiskinan. Bisa makan hari ini saja sudah untung. Gak sempat mikirin punya baju bagus, rumah layak huni, pergi ke pesta, pokoknya hal-hal yg berbau glamour. Jadi teringat lagunya Iwan Fals. Disaat kita bisa pake baju bagus, rumah yang layak huni, dan pergi ke pesta yang meriah, diluar sana banyak orang yang mati kelaparan, baju yang udah gak tahu bentuknya gimana lagi, rumah mungil yang hanya terbuat dari kardus-kardus bekas. Miris memang, namun inilah kenyataan. Kita tidak bisa menyalahkan siapa-siapa dalam hal ini. Kita harus introspeksi diri sendiri.
Sebagai bangsa yang kaya, yakni kaya akan limpahan alam dan warisan leluhur berupa budaya. Kita harus bisa mengubah bagsa ini menjadi bangsa yang lebih baik. Baik akan kesejahteraan rakyat maupun baik dalam segi sikap dan perilaku.
Anak penjaja Koran tadi tidaklah sendirian. Puluhan bahkan mungkin ratusan anak memiliki nasib yang serupa. Banyak kita temui dikota-kota besar metropolitan, yang penuh dengan kemewahan berserakan anak2 semuran sekolah di tepi2 jalan, menunggu lampu merah menyala dan mulai menjajakan apa saja yang bisa ditawarkan bagi pengguna jalan. Apakah itu jualan asongan, Koran, makanan kecil, pernak-pernik kendaraan, jasa hiburan (ngamen-red), hingga meminta dengan cuma2 alias ‘ngemis’.
Kita tidak bisa menyalahkan sipa2 atas kondisi negri ini. Semua pihak memiliki peran penting dalam pembangunan masa depan jangka panjang. Kerja sama dan saling percaya akan membuat bangsa ini menjadi bangsa yang lebih baik. Semua tenang, semua senang.

*ini hanyalah ungkapan hati, tanpa ada unsur paksaan apapun (apaan coba ?). salam damai !*

Kunjungan ke Camp Vietnam

Camp yang terletak di Desa Sijantung, Kepulauan Riau ini memang menarik perhatian. Tempat inilah yang menjadi saksi sejarah dimana para pengungsi yang berasal dari Vietnam datang berbondong-bondong untuk mencari perlindungan.

Pada tahun 80-an, terjadi peperangan antara Vietnam Utara dengan Vietnam Selatan. Pada saat itu Vietnam Utara mulai menguasai seluruh wilayah Vietnam. Dengan alasan keamanan rakyat Vietnam Selatan yang sedang terjepit posisinya mengambil langkah mengungsi. Dengan menaiki beberapa perahu, mereka mengarungi lautan untuk mencari tempat-tempat aman. Berhari-hari terombang-ambing di Lautan Cina Selatan, akhirnya mereka sampai di Pulau Galang. Dengan persetujuan Pemerintah Indonesia dan bantuan PBB, dijadikanlah pulau seluas 80 hektare ini menjadi tempat pengungsian. Menjadi tempat berlindung dan melakukan aktifitas para pengungsi sehari-hari.
Awal masuk ke kampung Vietnam kita bisa melihat kuburan-kuburan yang berjejer disepanjang jalan. Kuburan-kuburan ini adalah kuburan para pengungsi yang kebanyakan meninggal karena menderita penyakit dari awal perjalanan selama berhari-hari di lautan.
Di kampung ini kita dapat melihat 3 perahu yang di pamerkan. Perahu-perahu inilah yang mengantar mereka hingga sampai ke pulau Galang. Berdesak-desakan dalam perahu membuat tidak sedikit dari mereka yang meninggal dalam perjalanan. Awalnya perahu-perahu ini lebih dari 3 buah. Namun sebagai aksi protes karena akan dipulangkan, para pengungsi membakar beberapa kapal dan ada juga yang ditenggelamkan. Perahu-perahu yang saat ini kita lihat adalah perahu yang telah diangkat dari permukaan laut dengan trailer dan diperbaiki seadanya.
Tempat yang terletak 50 km dari pusat Kota batam ini juga memiliki museum. Di museum ini kita biss melihat beberapa peninggalan-peninggalan para pengungsi seperti telephone, patung-patung, foto-foto pengunsi, plakat peresmian rumah sakit, buku-buku, sepeda motor, dll.
Di perkampungan itu juga ada beberapa perkebunan seperti papaya dan semangka. Bagi siapa saja yang berminat, bisa membelinya dan memetik langsung. Tentunya dengan harga terjangkau.
Selain itu, juga terdapat tempat-tempat ibadah seperti gereja dan vihara. Vihara ini dapat kita kenali dari jauh karena temboknya berwarna-warni. Di Vihara ini terdapat 3 patung yang berdiri kokoh yang didepannya terdapat patung naga. Para penganut agama budha percaya bahwa patung ini bisa mengabulkan berbagai permintaan. Caranya kita tinggal meminta permohonan lalu memasukkan koin kedalam mulut patung naga.
Disepanjang perjalanan kita bisa melihat bekas barak-barak pengungsi. Barak-barak pengungsi ini sudah banyak yang rusak. Sayang sekali, padahal barak-barak ini (menurut saya) adalah salah satu alasan yang menarik untuk datang ke kampung Vietnam ini. Rumah-rumah panggung berjejeran saling berdekatan. Membuat bayangan akan masa lalu bahwa dulu disinilah tempat para pengungsi saling berinteraksi. Namun, hamper dari semua rumah-rumah panggung ini tinggal tingnya saja yang berdiri.
Saat ini, tempat bersejarah itu menjadi salah satu proyek Pemerintah Kota Batam untuk program Visit Batam 2010. Hal ini merupakan kabar baik. Karena kampung Vietnam merupakan salah satu tempat yang tinggi akan nilai-nilai sejarah yang harus dilestarikan. Selain itu, kampung Vietnam juga bisa menjadi salah satu daya tarik yang dapat dipamerkan dan menjadi income bagi Pemerintah Kota.
Kata pepatah ‘Bangsa yang baik adalah bangsa yang ingat akan sejarahnya’. Oleh karena itu, sebagai tempat yang memiliki nilai sejarah, alangkah baiknya jika camp Vietnam di jaga dan dilestarikan. Jangan samapi jejak-jejak sejarah yang pernah singgah di pulau Galang ini hilang. Jika sampai hal itu terjadi alangkah ruginya kita sebagai sebuah Negara yang penuh dengan sejarah perjuangan.